Wednesday, April 11, 2012

2

Horor Jam 10 Malam


Horror Jam 10 Malam


Sudah jam 10.00 malam aku belum juga pulang dari tempat kerjaku. Pekerjaan sebagai kepala kasir disalah satu mini-market yang bertempat di daerah Palembang memang sudah kujalani lebih dari lima tahun ini. Dan kali itu aku mendapatkan sip malam, ditambah lagi hari itu banyak pengunjung yang datang untuk berbelanja, jadi jumlah uang yang masuk ke kas juga banyak dan semua itu aku urus bersama temanku Mila dan Wani. Setelah jam 11 kurang 10 menit, akhirnya semua pekerjaan beres. Mila dan Wani pamit duluan kepadaku karena jemputan mereka sudah menunggu.


Entah kenapa aku merasa udara malam itu terasa berbeda dari biasanya. Meski bintang tampak berkilauan dari langit, tapi kok terasa dingin dan menyapu kulit. Padahal aku sudah memakai jaket dari bahan parasut. Ketika aku menuju parkiran, aku melihat pak Ramdani dan Marwan masih berada di pos satpam mereka. Aku berjalan menuju sepeda motorku yang satu-satunya sedang terparkir di area parkiran seberang pos.



Dan Saat Itulah Aku Mengalami Hal Paling Menyeramkan Pertama Kali Dalam Hidupku.

Pak Ramdani menegurku. "Baru selesai pekerjaanya Pak?" tanyanya ramah.
"Iya Pak, maklum hari ini rame pembeli!" terangku pada Pak Ramdani.
"Kalau begitu selamat menempuh perjalanan pulang Pak!" lanjutnya.
"Iya terimakasih Pak, saya sudah tidak sabar lagi ingin meluruskan pinggang!" Gurauku sambil tertawa kecil.


Ketika aku ingin menyolok kunci kontak motorku, aku tersentak oleh suara yang memanggil-manggil namaku dari arah depan. Seperti suara perempuan.



MAS RUSLI...

MAS RUSLI...

Aku memandang kedepan, mencari tahu siapakah gerangan yang memanggilku. Suaranya lembut dan seperti terpantul didalam sebuah ruangan yang kosong. Tidak mungkin Mila! Pikirku. Mila memang suka memanggilku dengan sebutan Mas Rusli, tapi dia sudah pulang kan dari tadi? Tiba-tiba hembusan angin membasuh mukaku. Dingin rasanya. Aku jadi merinding karena didepan area parkiran tempat aku memarkir motorku itu dulunya bekas pohon beringin tua yang ditebang, dan sekarang telah menjadi gudang.


"Ada apa Pak?" seseorang menepuk pundakku dari belakang. Aku terkejut dan menoleh kebelakang, rupanya Pak Marwan. Belum sempat aku menjawab, Pak Marwan bertanya lagi.
"Ada apa, sepertinya bapak kelihatan bingung dan muka Bapak kok pucat? Bapak sakit ya? Lanjutnya.
"Ah tidak Pak, anu... Tadi Pak Marwan dengar sesuatu gak, seperti suara perempuan gitu." Tanyaku agak ragu. Pak Marwan kelihatan bingung. Dari raut mukanya seolah bertanya-tanya, kenapa aku bertanya seperti itu.
"Hmm.. Tidak Pak, saya tadi sedang berada didalam pos bersama Pak Ramdan. Dan beliau menyuruh saya menghampiri Bapak karena beliau melihat Pak Rusli belum juga berangkat." Pak Marwan tidak bertanya, kenapa aku berkata seperti tadi. Mungkin dia pikir aku cuma bergurau.
"Oh, iya Pak terimakasih. Sepertinya tadi saya salah dengar saja, rupanya Pak Marwan yang menegur saya." Aku berbohong.


Pak Marwan berjanji mau menemaniku hingga menyalakan motor. Karena dia sudah terlanjur disitu katanya. Namun, belum lama aku menyalakan motor. Aku TERBELALAK dengan pemandangan yang ada didepanku. Terlihat jelas karena sorot lampu motorku menyapunya! SEJUMPUT RAMBUT PANJANG. Rambut itu terjepit di pintu gudang depanku. Aku mencoba memberitahu Pak Marwan yang berada di sebelahku, namun ternyata dia juga sedang menyaksikannya dengan mulut yang ternganga. Mendadak perutku serasa diaduk-diaduk. Apa benar? Lalu rambut siapa itu yang sedang terjepit di pintu gudang?


Aku memberanikan diri memutuskan untuk turun dari motor, dan mendekati pintu gudang tersebut. Entah kenapa aku mendadak berani. Tapi, aku penasaran sekali. Rupanya Pak Marwan juga se-ide denganku. Kami berdua mendekati pintu gudang itu dengan hati-hati. Bayangan kami berdua terpantul di depan karena kami membelakangi lampu motorku yang kubiarkan menyala. Karena pantulan bayangan kami, dasar pintu itu jadi gelap.


Aku dan Pak Marwan sampai didepan pintu gudang itu yang jaraknya cuma tiga meter dari motorku.

HILANG!

"Tadi?" Aku memandang Pak Marwan. Kami berdua saling pandang dengan wajah penuh kebingungan. Tiba-tiba pintu gudang tersebut terbuka sendiri dengan diiringi bunyi menderit dan jantungku semakin berdegup kencang. Ku fokuskan mataku kedalam gudang yang sedikit tersorot lampu motorku. Kemudian aku menoleh ke Pak Marwan.
"Ayo kita masuk kedalam Pak!" Ajakku kepada Pak Marwan yang masih di liputi dengan wajah penuh kebingungan dan takut. Kemudian dia menjawab dengan anggukan saja, pertanda setuju.
Ruangan didalam gudang tersebut luas juga, kira-kira seluas lapangan futsal. Langit-langitnya mungkin enam meter-an jaraknya dari lantai. Suara langkah sepatu kami terpantul di dinding-dinding gudang tersebut. Memang gudang tersebut tidak pernah dipergunakan lagi, semenjak kejadian beberapa karyawan kami pernah kesurupan ketika sedang menyusun barang didalam.


"Udara didalam sini lembab sekali ya Pak." Kata Pak Marwan yang sambil memandang kanan kiri gudang. "Iya Pak." Jawab ku singkat, karena aku sependapat dengan beliau. Kemudian suasana menjadi hening. Kami tidak tahu apa yang harus dilakukan. Lalu tiba-tiba ada yang menyentuh kaki ku dari belakang. Aku tersentak. Aku tidak berani bergerak, apalagi menoleh kebelakang.
"Pak Marwan!" Bisik ku.
"Kenapa Pak Rusli??" Tanya Pak Marwan yang sedang berada didepan ku.
"Ada yang menyentuh kaki saya Pak!" sambung ku dengan suara pelan.
"Ah yang benar saja Pak!" Katanya seolah tidak percaya. Kemudian aku memberanikan diri untuk menoleh kearah belakang. Dan benar sekali dugaan ku. Apa yang aku takutkan sedang menatap ku dengan sepasang bola mata yang tampak bekilau dan tajam tepat dibawah kakiku.
"LARI PAK!!" Teriakku secara pontan.
Serta merta aku langsung berlari menuju kearah pintu yang berada tidak jauh didepan kami. Pak Marwan mengikuti ku dari belakang. Belum sampai aku meraih pintu gudang tersebut aku tersengkur kelantai.

DUBRAK!
Aaahh... Aku mengerang kesakitan.

Pak Marwan langsung membantuku berdiri. Kemudian aku melihat kearah sepasang bola mata tadi yang kini sudah tidak ada lagi. Kemudian suara kucing mengeong terdengar dari ujung gudang.
SIALAN. Aku berkata dalam hati.
"Kucing Pak!" Kata Pak Marwan sambil menatapku. "Iya Pak." Balasku sambil mengerang. "Lebih baik kita keluar saja dan memberitahukan hal ini kepada Pak Ramdani." Lanjutku kemudian. Pak Marwan mengiyakan.


Ketika kami sampai didalam pos, rupanya Pak Ramdani sedang tertidur di atas kursi. Kami berdua kemudian menceritakan apa yang kami alami tersebut kepada Pak Ramdani. Beliau mengangguk dan menceritakan bahwa dia juga pernah mengalami hal-hal janggal yang serupa ketika bertugas malam seperti ini. Tapi, beliau tidak menghiraukannya. Katanya sebelum mini market ini dibangun, penduduk setempat pernah menceritakan bahwa ada seorang perempuan yang diperkosa dan dibunuh didaerah sini. Mayatnya sudah membusuk ketika ditemukan oleh salah seorang penduduk setempat.


Setelah mendengar cerita Pak Ramdani tersebut, aku melanjutkan untuk pulang. Sudah melewati tengah malam. Aku mengendarai sepeda motorku diatas jalanan aspal yang sudah sepi. Hanya beberapa kendaraan yang berlalu-lalang. Tiba-tiba aku merasa sepeda motor yang sedang aku kendarai semakin berat. Tapi aku tidak berhenti, takut ada penjahat. Kok, seperti ada yang membonceng dibelakang ya??